Wilujeng Sumping diBlog Tono Tarsono "Kisukwan" Sekretaris Jenderal Komunitas Tenaga Sukwan Indonesia (KTSI)

Minggu, 22 Maret 2009

FATAMORGANA KEADILAN UNTUK TENAGA SUKWAN


Seperti kita ketahui bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan Pemerintah Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia melalui nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Pekerjaan merupakan cara seseorang untuk hidup dan berkembang serta menciptakan keturunan dalam kehidupan yang layak dan sejahtera seperti ditetapkan dalam dasar perundangundangan dimana didalamnya mengamanatkan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (UUD 1945;Pasal 27 ayat (2) ), serta setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja serta setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (UUD 1945;Pasal 28D ayat (2 dan 3) ).
Pemerintahan merupakan kolektifitas system dalam Negara yang terdiri dari bagian-bagian terintegrasi dalam upaya menjalankan roda kenegaraan melalui pelayanan kepada masyarakat. Pemerintahan yang baik adalah sebagai pelayan bagi masyarakatnya juga sebagai pelayan elemen didalamnya, khususnya Sumberdaya Manusia.
Manusia merupakan unsur paling signifikan dalam organisasi dan manajemen dalam menjalankan unsur yang lainnya, dimana manusia menggerakan seluruhnya melalui keahlian yang dimilikinya sehingga organisasi berjalan secara professional.
Sikap, mental dan keyakinan merupakan dasar terbentuknya profesionalisme sumberdaya manusia disamping keahlian. Demikian halnya pun dalam pemerintahan yang merupakan organisasi besar, tapi apabila terjadi sebaliknya maka secara tidak disadari tiang-tiang yang menyangga pemerintahan akan sedikit demi sedikit keropos mengancam apa yang ada didalamnya.
Kepegawaian dalam pemerintahan merupakan unsur yang sangat dominan dalam menyikapi hal tersebut di atas. Terdapat banyak unsur kepegawaian yang ada di pemerintahan Negara kita, selain Pegawai Pegeri Sipil (PNS), ada juga Tenaga Honorer (Yang penghasilannya didanai dari APBD/APBN) dan Tenaga Sukwan (Tenaga honorer yang penghasilannya tidak dibiayai oleh APBD/APBN) yang merupakan salah satu unsur di dalamnya.
Sekelumit tentang perjalanan abdi Negara Tenaga Sukwan (Tenaga honorer Non-APBD/APBN) yang sampai dengan hari ini masih belum tersentuh oleh nilai-nilai Kemanusiaan dan Keadilan. Keberadaan mereka berawal dari kurangnya pegawai dalam suatu lingkup unit kerja di lingkungan pemerintahan serta sekolah-sekolah yang dibawah naungan departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama baik sekolah negeri ataupun swasta.
Mereka terbentuk dalam upaya mendorong terwujudnya tujuan Negara serta ikut membantu melanjutkan estafet amanat perjuangan bangsa walaupun pada saat itu pemerintahan Negara berada dalam segala keterbatasan namun peran serta Aparatur dan masyarakat terus mendorong dengan segenap kekuatan yang ada.
Berbekal dari ketetapan Negara bahwa “Untuk memperlancar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, pemerintah dapat mengangkat langsung menjadi pegawai negeri sipil bagi mereka yang telah bekerja pada instansi yang menunjang kepentingan Nasional” (UU No. 43 tahun 1999 tentang Perubahan atas UU No. 08 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian pasal (16A).
Walaupun dengan segala keterbatasan yang diterima bahkan nilai penghasilan perbulan dibawah garis kelayakan yang hampir rata-rata di bawah Rp. 0 s.d. Rp. 150.000 dengan masa kerja rata-rata di atas 5 tahun, Tenaga Sukwan terus menekuni profesinya dengan harapan ketetapan pemerintah di atas dapat segera membantunya untuk mendapatkan pengakuan penuh sebagai abdi Negara dari pemerintah.
Tahun 2005 pemerintah menetapkan program pengangkatan dari Tenaga Honorer Daerah, Tenaga Kontrak dan Guru Bantu yang selanjutnya direalisasikan melalui PP No. 48 Tahun 2005 jo. PP 43 Tahun 2007 tentang Tentang Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil dari Tenaga Honorer.
Sekilas memang sangat realistis program tersebut, namun sungguh menjadi menyakitkan bagi Tenaga Sukwan (Honorer Yang Gajinya Tidak Didanai dari APBD/APBN) tatkala peraturan pemerintah tersebut ditetapkan karena sangat erat kaitannya dengan kepentingan politik dan tidak memiliki nilai-nilai keadilan. Terhitung Mulai Tugas (TMT) Tenaga honorer APBD/APBN dari bulan Mei 2003 dan PP No. 48 Tahun 2005 ditetapkan tanggal 15 November 2005 maka Tenaga Honorer APBD/APBN baru memiliki masa kerja 2 tahun 7 bulan, jadi bertentangan dengan isi PP 48 Tahun 2005 jo. PP 43 Tahun 2007 yang didalamnya mengutamakan Masa Kerja, padahal yang jelas memiliki masa kerja dan pengabdian yang lama adalah dari Tenaga Sukwan minimal sejak ditetapkan UU No. 43 tahun 1999 tentang Perubahan atas UU No. 08 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian pasal (16A).
Pengangkatan Tenaga Honorer awalnya adalah dari umum bukan dari sukwan (Honorer Non-APBD/APBN) yang telah bekerja pada dinas atau unit kerja dibawah naungan pemerintahan namun dari masyarakat umum yang tanpa memperhitungkan Usia dan Masa Kerja sehingga banyak Tenaga Honorer yang diangkat masih belum memiliki masa kerja. Belum lagi Proses pengangkatannya serat dengan KKN seperti halnya yang terjadi di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat yang sampai saat ini masih menjadi kasus yang berlarut-larut. Hal ini disebabkan PP No. 48 Tahun 2005 jo. PP No. 43 Tahun 2007 tidak memiliki nilai hukum mengikat dan sangat membingungkan pelaksana teknis daerah seperti BKD dan Dinas-Dinas terkaitnya.
Yang menjadi sangat memprihatinkan dimana BKD masing-masing daerah tidak dapat menginformasikan keadaan kepegawaian yang sebenarnya karena ternyata mereka tidak sama sekali memiliki data Tenaga Sukwan (Honorer Non-APBD/APBN), padahal setiap bulannya seluruh dinas/instansi selalu melaporkan kondisi kepegawaiannya kepada BKD sebagai bahan informasi ke tingkat pusat untuk menentukan analisa formasi dan quota pegawai daerah.
Pertanyaannya apa yang terjadi di lingkungan pengelola kepegawaian Negara dari tingkat Pusat ataupun daerah yang telah secara nyata menelantarkan sumber informasi publik khususnya mengenai kepegawaian. Bahkan sangat memprihatinkan pengangkatan pegawai di daerah menjadi ajang komoditi dan pendapatan bagi pemegang kebijakan dan elit-elit politik sehingga tenaga yang benar-benar menunggu dan bekerja secara professional di abaikan hak-haknya untuk dapat duduk di pemerintahan dan perlu diketahui bahwa Tenaga Sukwan di lingkungan Jawa Barat saja diperkirakan berjumlah 250.000 orang dengan nasib yang tidak jelas dan gaji dibawah standar dasar kehidupan seperti yang diutarakan sebelumnya.
Sangat ironos, dalam satu sisi pemerintah menetapkan dan mengarahkan kepada para pengusaha untuk menggaji dan memperhatikan pegawainya tidak boleh kurang dari batas UMR, namun di dalam hal lain pemerintah sendiri dalam pemberdayaan pegawainya masih menelantarkan hak-hak pegawainya diluar kemanusiaan dan keadilan pada pelaksanaannya padahal jelas-jelas aturan Undang-Undang yang sangat dasar sekalipun sangat menghargai Nilai-Nilai Kemanusiaan dan Keadilan.
Sistem Informasi kepegawaian yang hendaknya terurut rapi antara Pusat dan Daerah ternyata terjadi kemacetan yang cukup akut sehingga banyak dimanfaatkan oleh para oknum yang tidak bertanggungjawab memanipulasi data dan menjual quota kepada masyarakat dengan nilai yang sangat tinggi.
“Siapakah yang salah………?’, bukanlah pertanyaan yang bijak dalam menyikapi keadaan yang terjadi tetapi kami (Tenaga Sukwan)yang termarjinalkan oleh nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan meminta kepada pemerintah untuk segera membenahi keadaan dan kamipun mencoba menghimpun rasa sakit hati ini dalam sebuah wadah perjuangan yang dinamakan KOMUNITAS TENAGA SUKWAN INDONESIA yang tersebar di berbagai wilayah siap membantu pemerintah dalam melayani akses informasi jumlah pegawai sukwan (honorer Non-APBD/APBN), dan kami yakin ini bukan merupakan hal yang dilupakan oleh pemerintah tapi kami berharap sebelum terjadi krisis profesionalisme pegawai sebaiknya pemerintah memberikan perhatian khusus dalam menangani keadaan ini.
Adapun spesifikasi Tenaga Sukwan yang terhimpun sangatlah majemuk dimana didalamnya mencakup seluruh dinas/instansi dibawah naungan BKN dan MENPAN tanpa membeda-bedakan seperti halnya di lingkungan pendidikan mengenai yang dikelola oleh swasta ataupun pemerintah tapi kami menghimpun seluruh Pegawai Sukwan berdasarkan UU RI No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU No. 08 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian pasal (16A).
Demikianlah gambaran keresahan tenaga Sukwan Indonesia yang sampai hari ini tetap bertahan melalui profesionalismenya walaupun berada dalam ruang keterbatasan dan termarjinalkan. Dengan Ketabahan dan kesabaran mereka tetap berjalan menyandarkan penghidupannya di lingkup pemerintahan walau pahitnya ketidakpastian selalu menjadi dilema tatkala malam mulai menerpa. Mereka berharap janganlah kehampaan mereka dijadikan ajang kesempatan sehingga mereka benar-benar lapar dan kehausan. Sesungguhnya orang-orang teraniaya memiliki kekuatan Do’a yang sangat kuat, maka janganlah mereka sampai tersimpu dalam keadaan luka menanti datangnya keadilan yang nyata di ruang hampa dalam batas Fatamorgana keadilan.
Arsip dari : Wawan Risnawan, SE. (Ketua 1 KTSI Pusat)

0 komentar: